Beranda | Artikel
Larangan Mengharapkan Bantuan dan Pemberian Manusia
Senin, 4 Maret 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Larangan Mengharapkan Bantuan dan Pemberian Manusia merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. dalam pembahasan Kitab Raudhatul Uqala wa Nuzhatul Fudhala (tamannya orang-orang yang berakal dan tamasyanya orang-orang yang mempunyai keutamaan) karya Abu Hatim Muhammad ibnu Hibban al-Busty Rahimahullah. Kajian ini disampaikan pada 9 Jumadal Awwal 1440 H / 16 Januari 2019 M.

Download mp3 kajian sebelumnya: Larangan Saling Dengki, Saling Iri Hati dan Saling Membenci

Kajian Tentang Larangan Mengharapkan Bantuan dan Pemberian Manusia

عَنْ أَبِـي الْعَبَّاسِ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ؛ قَالَ : أَتَىَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ ، فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِِ ! دُلَّنِـيْ عَلَـىٰ عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِيَ اللهُ وَأَحَبَّنِيَ النَّاسُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «اِزْهَدْ فِـي الدُّنْيَا ، يُـحِبُّكَ اللّٰـهُ ، وَازْهَدْ فِيْمَـا فِي أَيْدِى النَّاس ، يُـحِبُّكَ النَّاسُ». حَدِيْثٌ حَسَنٌ ، رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَغَيْرُهُ بِأَسَانِيْدَ حَسَنَةٍ

Dari Abul ‘Abbas Sahl bin Sa’d as-Sa’idi Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Ada seseorang yang datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah! Tunjukkan kepadaku satu amalan yang jika aku mengamalkannya maka aku akan dicintai oleh Allah dan dicintai manusia.” Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya engkau dicintai Allah dan zuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, niscaya engkau dicintai manusia.” (HR. Ibnu Hibban)

Zuhud dalam kehidupan dunia akan mendatangkan cinta Allah kepada kita. Hakikat zuhud terhadap kehidupan dunia artinya hati kita tidak terpaut dengan dunia walaupun kita memiliki dunia. Kita tidak simpan dunia itu di hati kita. Namun hati kita dipenuhi dengan cinta akhirat, cinta Allah, dan RasulNya, mengharapkan keridhaan Allah semata, mengharapkan pahala akhirat dan surgaNya. Tetap ia mencari dunia tapi dunia dijadikan wasilah untuk meraih kehidupan akhirat. Maka orang seperti ini pasti dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Demikian pula zuhud terhadap apa yang dimiliki oleh manusia. Artinya kita tidak mengharapkan pemberian mereka, tidak mengharapkan bantuan mereka. Jangan sampai hati kita mengharapkan dari mereka. Seorang mukmin itu harus punya jiwa mandiri. Dia harus kuat. Tawakal dia hanya kepada Allah, bukan kepada manusia. Dia hanya berharap kepada Allah, bukan kepada manusia. Dia tidak mengharapkan sama sekali pemberian dari manusia. Dia hanya mengharapkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala saja.

Sebagaimana Rasulullah bersabada kepada ‘Umar bin Khattab. Waktu itu ‘Umar diberi oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pemberian. Lalu ‘Umar berkata, “Ya Rasulullah, berikan saja kepada yang lebih susah hidupnya dariku.” Kata Rasulullah, “Ambil wahai ‘Umar selama hatimu tidak mengharap-harapkan untuk diberi, ambil saja.”

Jadi selama hati kita tidak mengharap-harap. Tapi kalau kita sudah mengharap-harapkan, terkadang ketika kita terbiasa diberi, akhirnya kita jadi ada pengharapan. Ketika tidak diberi lagi, terkadang marah. Tentu ini menunjukkan bahwa kita belum zuhud terhadap apa yang ada pada manusia, masih ada ketamakan pada hati kita terhadap apa yang ada pada manusia.

Kewajiban orang yang berakal yaitu jangan sampai tamak terhadap manusia. Kita harus putus asa dari mereka. Namun bukan putus asa dari Allah. Kalau putus asa dari rahmat Allah maka itu haram bahkan dosa besar. Tapi kita putus asa dari manusia. Artinya tidak menyimpan rasa tamak kepada manusia sama sekali di hati kita.

Tamak pada apa-apa yang tidak diragukan keberadaannya adalah kefakiran yang hadir. Artinya kalau kita tamak kepada sesuatu yang memang dia memiliki uang, itu sebetulnya kita menjadi orang yang hina, fakir. Maka bagaimana kalau kamu tamak kepada apa yang kamu ragu tentang ada atau tidaknya?

Sungguh bagus sekali orang yang berkata begini, “Aku akan jadikan keputusasaan kepadamu sebagai jalan untukku selama aku hidup bersamamu. Dan aku akan jadikan kesabaran sebagai tekadku untuk bertaqarrub kepada Allah dan mengharapkan keridhaan kepadaNya.”

Memang orang yang hatinya benar-benar tidak mengharapkan bantuan manusia, dia mencari nafkah sendiri, dia berusaha sendiri, orang ini pasti mulia di depan manusia. Orang pasti akan menghormati dia. Berbeda dengan orang yang kerjanya hanya mengharapkan bantuan orang, tidak mau bekerja, dia mengandalkan orang lain. Pasti orang lain juga tidak akan suka kepada dia. Karena manusia fakir. Manusia tidak suka kalau ada orang yang membebani hidupnya. Berbeda dengan Allah, kalau kita meminta terus dengan Allah, kita menyandarkan hidup kita kepada Allah, Allah akan cinta kepada kita.

Kekayaan yang paling mulia yaitu ketika kita tidak tamak kepada manusia. Hatinya betul-betul dipenuhi dengan qana’ah. Dia hanya tamak kepada apa yang ada di sisi Allah. Dia hanya berharap bantuan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Karena orang yang tamak itu tidak memiliki kekayaan. Dia tidak akna pernah merasa puas. Maka orang yang mempunyai jiwa tamak, tidak akan pernah ada kekayaan di hatinya. Dan orang yang meninggalkan ketamakan, dia telah mengumpulkan puncak dari kemuliaan. Maka beruntung sekali orang yang menjadikan syiar hatinya itu adalah sikap wara’ (menjauhi segala sesuatu yang dikhawatirkan akan merusak akhirat)

Maka dari itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan bahwa sebaik-baiknya agama itu adalah sikap wara’. Nabi bersabda:

وَخَيْرُ دِينِكُمُ الْوَرَعُ

“Sebaik-baik agama kamu adalah wara`” (HR. Thabrani)

Ketika seseorang selalu berhati-hati, jangan sampai melakukan sesuatu yang bisa merugikan akhiratnya, ketika dia mau main hp dia pikirkan kira-kira ini merugikan akhirat saya tidak? Ketika ia mau berkomentar, ketika dia mau share, ketika mau apa saja yang dia lakukan, ketika ia mempunyai sifat wara’, maka dia akan berhati-hati dan tidak akan sembarangan berbicara, bersikap dan yang lainnya.

Demikian pula orang yang hatinya tidak mengharapkan apa-apa dari manusia. Tidak mengharapkan pujian mereka, tidak mengharapkan populeritas kepada manusia, tidak mengharapkan pemberian mereka, tidak mengharapkan mereka memberi kita apa-apa. Banyak orang yang masih mengharapkan pujian. Dia ingin dipuji orang, ingin diberi pujian oleh manusia, tamak hati kita. Kita berusaha bagaimana caranya melakukan pencitraan-pencitraan kepada mereka.

Dimedsos disebarkan tentang kebaikan-kebaikan kita, kelebihan-kelebihan kita dan bahkan kita merasa senang kalau ada orang yang menyebutkan kelebihan-kelebihan kita, kita merasa senang, kita bahagia. Kenapa? Karena hati kita masih tamak terhadap apa yang ada pada manusia. Tapi ketika kita tidak tamak dan tidak mengharapkan, maka Subhanallah jadilah kita orang yang sangat mulia.

Maka siapa yang ingin jiwanya merdeka, jangan aa menginginkan sesuatu yang bukan miliknya. Jangan ia menginginkan sesuatu yang tidak berhak untuk dirinya. Karena sifat tamak adalah kefakiran. Sedangkan berputus asa dari apa yang dimiliki oleh manusia adalah kekayaan. Maka orang yang tamak itu biasanya hina. Sebagaimana orang yang qana’ah, yang menjaga kehormatan dirinya, maka dia akan menjadi orang yang mulia.

Simak pada menit ke-14:24

Simak Penjelasan Lengkap dan Download Kajian Tentang Larangan Mengharapkan Bantuan dan Pemberian Manusia – Kitab Raudhatul Uqala wa Nuzhatul Fudhala


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46737-larangan-mengharapkan-bantuan-dan-pemberian-manusia/